Selasa, 04 November 2014

Kenyataan dalam "Catatan Orang Gila"

 Buku prosa terbaru saya, Catatan Orang Gila (Gramedia- GPU, 2014) saya dedikasikan untuk Astrid, penderita sakit mental yang sudah tiada di umurnya yang baru 17 tahun, untuk Maya yang masih bergelut dengan depresinya dan suara-suara aneh, untuk gadis gembel bermata kosong yang meringkuk di sudut gelap deretan kios yang kumuh –maafkan saya, untuk Helen gadis pucat pasien rawat jalan Rumah Sakit Jiwa yang takut pada cahaya –semoga kau selalu bahagia, untuk Yu Lastri yang hidupnya telah dihancurkan oleh suaminya sendiri dan akhirnya memilih menegak racun serangga, dan untuk yang lain yang merasa hidupnya susah dimengerti.

Nama-nama dalam buku ini adalah nama samaran dengan pribadi yang nyata dalam kehidupan. Astrid adalah siswa penderita autis yang kerap mengamuk sehingga harus diatasi oleh paling tidak dua guru untuk memegangi tangan dan menenangkan, satu cirinya yang mudah diraba adalah ketertarikannya pada lawan jenis yang tampak menyolok. Matanya selalu jelalatan bila ada lelaki muda tampan di dekatnya, dan secara spontan bersikap manja, menggelayut mesra. Ia masih mengompol di usianya yang 15 tahun, kadang sering ngiler, dan makannya belepotan. Kedua tangannya susah memegang sendok. Saya sebagai pengajar menulis di kelasnya kerap mengajarinya memegang bulpoint dengan benar. Untuk selanjutnya karena tuntutan prosa -menulisnya dalam bentuk fiksi- saya menambahkan bumbu imajinasi di sejumlah bagian, untuk selanjutnya hal serupa juga saya lakukan pada pribadi lain, pribadi nyata yang dalam fiksi berubah menjadi tokoh cerita. Kembali ke Astrid, beberapa tahun setelah saya keluar –karena alasan pribadi- dari sekolah itu, saya mendatangi sekolah lagi, bertemu dengan salah seorang guru lama, dan mendapatkan kenyataan menyedihkan bahwa Astrid telah meninggal di usianya yang tak lebih dari 18 tahun, perasaan saya terpukul sedih yang sulit digambarkan dengan kata-kata, yang pasti dalam dunia cerita saya telah berutang banyak padanya, dia telah memantik ide saya menulis cerpen Redi Kelud (Kompas, 27 Juni 2010), dia telah memantik ide saya menulis satu babak dalam kisah dari bangsal di buku ini, dan beberapa cerita lain. Catatan bahwa buku ini salah satunya saya dedikasikan untuknya, adalah usaha saya untuk terus mengingat bahwa dia pernah ada dalam kehidupan saya, bahwa dia begitu  berharga bagi kehidupan menulis saya, dan bahwa saya menghormatinya.

Pribadi kedua bernama Maya, adalah adik dari teman kakak saya yang pernah menjadi pasien rumah sakit jiwa. (bersambung... )
Pribadi ketiga bernama Tarmi, adalah tetangga saya yang pernah menjadi pasien rumah sakit jiwa, seorang petani yang tekun, suka mengeluh pegal-pegal, kerap ngedumel dan menceracau jika perasaannya tertekan. (bersambung... )