Kamis, 03 September 2015

Apresiasi film pendek atas buku Catatan Orang Gila

Dunia Luar Story by Han Gagas Short Movie adalah sebuah film pendek karya Lentera Production yang mengangkat cerita dalam buku Catatan Orang Gila dengan sutradara Debi Sinta Dewi dan editor Lukman Pangestu. Interpretasi teksnya cerdas berdasar suara pilu korban politik. Sebuah bentuk apresiasi yang istimewa. Saksikan film pendek yang sangat menyentuh hati ini.

https://www.youtube.com/watch?v=Vco76LtdLG8

Selasa, 28 Juli 2015

Apresiasi atas buku-buku karya Han Gagas


“Han Gagas mengembalikan fungsi sastra yang menyuarakan humanisme dan antitesis atas maraknya cerpen-cerpen Indonesia dewasa ini yang lebih mirip curahan hati penulis, narsistik, dan gejolak asmara belaka.”
- Teguh Afandi, Harian Singgalang


“Menurutku, ini salah satu buku yang bagus dan recommended untuk dibaca. Tema yang diambil tidak umum. Bayangkan, tentang orang gila!
Do you always wonder what's in crazies' minds? This might answer some of your questions. This book reminds us, that crazy people are human too. They have their pasts, their stories that are hidden because they are not able to speak what's on their minds. They have feelings, too. 
Cerita-cerita di dalamnya ada yang bikin kamu tersenyum geli, sedih, bahkan ikut bersimpati dengan karakter yang ada di dalamnya. Pokoknya, buku ini harus kamu masukkan dalam daftar bacaanmu tahun ini!”
- Elga Novriska, Goodreads


“Tokoh dalam Catatan Orang Gila merindukan dirinya sebagai nabi baru untuk menyebarkan ajarannya pada manusia.”
- Harian JogloSemar


“Novela ini menarik karena mampu membuat kita sadar bahwa kegilaan bukanlah hal yang aneh dan asing. Tokoh-tokoh yang dianggap gila yang dikisahkan Han Gagas adalah tokoh yang mengalami trauma dan siksa psikologis.”
- Arif Yudistira, Harian Solopos


“Terma realisme magis dalam karya Han Gagas merujuk ke narasi teks deskripsif yang nyata dan realistis tapi dengan logika yang magis non-riil atau surealis penuh keajaiban hantu atau alam jin siluman -dibedakan dengan keunikan teknologik dan alien yang bersipat sci-fic.”
- Beni Setia, Harian Suara Karya


“Tak sekedar ‘penampilannya yang atraktif dan indah’, melainkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan di “belakang panggung”—dan karya Han Gagas ini jauh lebih menantang.”
- Raudal Tanjung Banua, Harian Riau Pos


Cara Han Gagas menampilkan kepiluan bukanlah lipstik. Caranya melukiskan kegetiran bukanlah amatiran. Dalam Catatan Orang Gila, Han Gagas tak hanya mampu menempatkan dirinya sebagai subjek, tapi juga objek kegilaan itu sendiri. Kepiluan dan kegetiran ia balut dalam plot yang utuh. Benar-benar seperti yang dikatakannya dalam halaman dedikasi: Dunia waras orang-orang gila dan dunia gila orang-orang waras.
- Stebby Julionatan, Harian Tribun Jogja

Setiap orang yang berkunjung ke perpustakaan di rumah, selalu saya sarankan membaca buku Catatan Orang Gila karya Han Gagas.
- Ahmad Tohari, sastrawan, penulis Ronggeng Dukuh Paruk


Tulisan Han Gagas juga mengangkat tujuan para petualang. Petualang Eropa melakukan penjelajahan dengan tujuan mencari sumber kekayaan alam. Tujuan lebih humanis ditunjukkan Battuta dan Cheng Ho, yakni beribadah, menambah ilmu, dan mengenalkan negeri asalnya.
-Koran Tempo


Buku Han Gagas ini memuat kisah-kisah penjelajahan yang sangat luar biasa. Di buku inilah kita temukan hikmah hidup yang lebih dalam, memetik pelajaran berharga dari semangat juang, kebaikan, persaingan, keserakahan, kekejaman, kepahitan, hingga rasa putus asa.
-D’Sari Magazine


Dunia Luar Story by Han Gagas Short Movie adalah sebuah film pendek karya Lentera Production yang mengangkat cerita dalam buku Catatan Orang Gila dengan sutradara Debi Sinta Dewi dan editor Lukman Pangestu. Interpretasi teksnya cerdas berdasar suara pilu korban politik. Sebuah bentuk apresiasi yang istimewa. Saksikan film pendek yang sangat menyentuh hati ini.
https://www.youtube.com/watch?v=Vco76LtdLG8


Pencapaian yang bagus dari buku Catatan Orang Gila ini terdapat dalam novela Catatan tentang Hantu dan Kisah dari Bangsal. Han Gagas menawarkan tuturan berlapis: dialog, catatan harian orang lain, dan gambar-gambar yang dimaksudkan dibuat oleh pasien rumah sakit jiwa. Penguatan variasi-variasi komponen cerita tersebut sedikit banyak mampu meyakinkan pembaca. Terasa benar ada riset yang mendahului dan lebih baik hasilnya ketimbang karya-karyanya yang lain.
- Eko Triono, Koran Merapi


Tidak ada orang yang terlahir gila. Orang dengan gangguan jiwa bisa menimpa siapa saja tanpa mengenal profesi, status, lingkungan, dan kekayaan. Orang waras banyak yang jadi gila. Apa yang tidak mungkin di dunia ini? Suara-suara tak nyata yang diyakini orang-orang tertentu. Kasus yang sulit diterima karena kita langsung menganggap “gila” dan tidak masuk akal. Alasan dan akibatnya yang bikin menjadi logis. Pelajari saja tokoh-tokoh dalam Catatan Orang Gila karya Han Gagas.
-Sari Novita, ruang baca TEMPO.CO (indonesiana)


Han Gagas secara terhormat mencoba menjadi wakil suara atas orang gila. Karyanya menunjukkan perlawanan atas ideologi, atas sejarah, atas kemelaratan.
-kompasiana 




Jumat, 24 April 2015

Diskusi Buku Catatan Orang Gila di Solo







                       Foto diskusi buku Catatan Orang Gila (GPU, 2014) di CafĂ© Corner Spidernet Solo, 18 April 2015

Sabtu, 11 April 2015

Resensi Buku Catatan Orang Gila di Solopos


Resensi buku kumpulan cerita "Catatan Orang Gila" (Gramedia Pustaka Utama, 2014) di Solopos, 5 April 2014 oleh Arif S Yudistira

Selasa, 03 Maret 2015


Humanisme Cerpen Han Gagas

Oleh Teguh Afandi (Singgalang, 1 Maret 2015)


Foto diambil Naqiyyah Syam
Usai membaca buku “Catatan Orang Gila” milik Han Gagas, ingatan kita akan terbawa pada slogan Seno Gumira Ajidarma bahwa ketika jurnalisme terbungkam, sastra bicara. Han Gagas mengisahkan orang-orang yang termarginalkan. Kehadiran kumpulan cerpen ini seolah mengembalikan fungsi sastra yang menyuarakan humanisme dan antitesis atas maraknya cerpen-cerpen Indonesia dewasa ini yang lebih mirip curahan hati penulis, narsistik, dan gejolak asmara belaka.
Buku ini menggambarkan masyarakat lapisan bawah yang dipotret penulis melalui kerangka cerpen yang tidak seberapa panjang. Mereka yang tidak pernah dipandang serius oleh masyarakat bisa menjadi raja dalam buku ini. Determinasi gila dan waras sejatinya hanyalah bentukan orang waras. Maka sangat mungkin dalam benak orang gila, orang waras justru masuk dalam kategori gila. Sehingga akan muncul ambigu, sebenarnya siapa yang gila. Mereka yang dekil, gimbal, tidak berpakaian, dan menceracau sepanjang jalan. Ataukah mereka yang berdasi, berposisi tinggi, bertitleadiluhung yang suka menyiksa sesama dan menghalalkan segala cara?
Di cerpen “Orang Gila” pembaca ditampar oleh logika orang gila, Katanya aku gila karena tubuhku yang menjijikan dengan rambut gimbal sebahu, celana kumal robek bau apak, dada telanjang penuh daki, meracau sepanjang jalan, dan tertawa-tawa sendirian. Padahal menurutku, aku sama sekali tidak gila. (hal.5)
Bahkan di cerpen tersebut, narator yang dianggap orang gila oleh khalayak justru lebih menghormati anjing liar ketimbang manusia. Manusia yang mengaku waras, justru tidak berlaku sopan sesama manusia. Jangankan dikasihani, diuluri recehan, kebanyakan ditoleh saja tidak (hal.7). Sebaliknya seekor anjing selalu menyisihkan sisa makanan saat si orang gila datang ke tumpukan sampah.
Tekanan Luar
Kondisi ganjil yang dialami tokoh-tokoh dalam cerpen ini hampir semua disebabkan karena peristiwa besar yang mengoyak nalar dan membuat depresi. Kekuatan mahabesar dari luar menekan mereka yang menjadi korban dan menyisakan sembilu menahun. Korban-korban dalam buku ini menderita secara psikologis.
Kekuatan pertama yang membuat banyak tokoh menjadi gila adalah gejolak politik yang melibatkan kaum berseragam. Dua peristiwa sejarah yang disinggung adalah peristiwa 1965 dan kerusuhan 1998. Simbol-simbol yang mengingatkan kita pada peristiwa berdarah 1965 berserakan di beberapa cerpen. Di cerpen “Bangunan Itu Menelan Ibu dan Bulanku” ada celurit atau arit tak boleh ada dalam mulut kita. Nanti kita bakal dikira komunis (hal.36). Atau kabar terbunuhnya para jenderal di Jakarta itu menyulut bara api hingga di pelosok desa ini (hal.43) yang membuat Eyang Warok, seniman reog menjadi korban pembersihan PKI.
Ada juga seorang ibu yang terus mengenang putrinya yang menjadi korban kerusuhan 98 dan terus menaburkan bunga (cerpen “Ibu Itu Kembali Menaburkan Bunga”). Polisi juga memiliki peran untuk menciptakan tekanan psikologis dalam cerpen “Kematian Wirobogel” , “Si Gila”, dan “Topeng Satpol PP”.
Kekuatan selanjutnya adalah peliknya ekonomi. Seorang menjadi gila karena menjamurnya swalayan (Si Gila), kegelisahan burung karena alih fungsi lahan (Perjalanan Sepasang Burung Gereja), gerundelan si gembel (Dialog Si Gembel dan Pohon Mangga), atau kisah pengemis (Tuhan Melimpahi Kejeniusan pada Iblis).
Ada juga keganjilan yang bersumber dari persoalan individu. Misal Redi Kelud yang autis, gila lantaran putus cinta, atau kegilaan karena pelecehan seksual.
Cara Mencatat
Selain pilihan tema humanisme dan pembelaan pada kaum marginal, Han Gagas jelas memiliki ketelatenan dalam mencatat. Ketelatenan ini dapat terlihat dari bagaimana ketenangan dalam bercerita. Seperti di cerpen “Antara Rumah dan Kebun” penulis mendiskripsikan suasana rumah di kala malam dengan tenang. Sehingga suasana malam terasa semakin syahdu. Tenang dan romantis juga dirasakan ketika membaca cerpen “Perjalanan Sepasang Burung Gereja”.
Kesabaran dan ketelatenan penulis dalam mencatat semua kisah juga tampak dari bagaimana bahasa yang dipergunakan tidak neko-neko dan tidak berusaha membelokkan cerita hingga menjadi kejutan bagi pembaca. Penulis mengerti bahwa cerpen memiliki batasan yang tidak begitu panjang. Sehingga tidak dibutuhkan liukan-liukan dalam bercerita. Alur dan tokoh bergerak sedemikian tenang dan menghunjam di pikiran pembaca. Yang dibutuhkan pembaca adalah beberan kisah dan tragisnya korban yang menjadi fokus penceritaan.
Kehidupan wong cilik semakin terasa oleh pembaca ketika dipergunakan point of view orang pertama. Sehingga ketika tokoh ngedumel, maka pembaca secara langsung terlibat. Mungkin ini adalah salah satu cara mendekatkan pembaca dengan konflik wong cilik yang bisa jadi adalah dunia yang sangat jauh dengan pembaca. Mau tidak mau, antara pengarang/pembaca dan tokoh dalam cerpen terdapat jarak tingkat keterpelajaran, strata sosial, background ekonomi, dan wawasan pergaulannya yang luas. Pada posisi ini Han Gagas sudah berhasil memasukkan penghayatan dan pembaca akan tersentuh.
Hingga opini kita sedikit bergeser ketika melihat orang gila, gembel, pengemis, gelandangan di pinggir jalan. Bagi mereka dunianya tak kalah gelap. Tapi dalam kegelapan, mereka masih bisa merasakan cahaya Tuhan. (*)
Identitas Buku:
Judul           : CATATAN ORANG GILA
Penulis        : Han Gagas
Penerbit     : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan      : Oktober 2014
Halaman    : 184 halaman
ISBN           : 978-602-03-0904-0

Kamis, 05 Februari 2015

Catatan Pembaca tentang Buku "Catatan Orang Gila" di Goodreads

Menurutku, ini salah satu buku yang bagus dan recommended untuk dibaca. Tema yang diambil tidak terlalu umum. Bayangkan, tentang orang gila!
Do you always wonder what's in crazies' minds? This might answer some of your questions. This book reminds us, that crazy people are human too. They have their pasts, their stories that are hidden because they are not able to speak what's on their minds. They have feelings, too. 
Cerita-cerita yang di dalamnya ini ada yang bikin kamu tersenyum geli, sedih, bahkan ikut bersimpati dengan karakter yang ada di dalamnya. Pokoknya, buku ini harus kamu masukkan dalam daftar bacaanmu tahun ini!

[Elga Novriska]



Pertama kali beli karena tertarik sama judulnya, berharap ketemu sudut pandang baru dari sebuah buku, dan terimakasih kepada Pak Han Gagas yang memberikan sudut pandang baru, sudut pandang orang yang biasa orang sebut "Gila". Bahasanya ngalir, jadi kalau bener-bener fokus bisa baca sambil ketawa atau beneran ngerasa simpati sama tokoh-tokohnya. Walaupun beberapa hal ada yang ngga bisa kebayang sama saya yang kurang pengalaman. Overall, bagus buat yang sedang bosan dengan cerita-cerita cinta biasa yang banyak beredar sekarang ini.

[Meilati]


Memang catatan tentang kisah hidup orang-orang gila. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya saya akan menulis kisah-kisah seperti ini. Memberi pengalaman membaca yang berbeda sehingga saya terinpirasi. Kapan-kapan mau coba menulis dari sudut pandang orang gila :)

[Tenni Purwanti]

dan lain-lain...

Senin, 12 Januari 2015

Resensi Buku Catatan Orang Gila

Senang bila buku kita diresensi secara tulus oleh seorang pembaca, seperti kesenangan saat kita memanen buah dari benih-benih yang kita tanam. Resensi itu saya baca melalui http://mediapublica.co/2015/01/07/kisah-di-balik-bangsal-rumah-sakit-jiwa/

Kisah di Balik Bangsal Rumah Sakit Jiwa

“Katanya aku gila karena tubuhku yang menjijikan dengan rambut gimbal sebahu, celana kumal robek bau apak, dada telanjang penuh daki, meracau sepanjang jalan, dan tertawa-tawa sendirian. Padahal, menurut perasaanku, aku sama sekali tidak gila. Malah yang paling waras di antara para manusia yang mengaku normal.”
Judul Buku: Catatan Orang Gila Penulis: Han Gagas Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Jumlah Halaman: 184 Halaman
Judul Buku: Catatan Orang Gila
Penulis: Han Gagas
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jumlah Halaman: 184 Halaman
Media Publica – Kutipan itu diambil dari sebuah buku kumpulan cerita pendek (cerpen) berjudul ‘Catatan Orang Gila’ garapan Han Gagas, seorang penulis lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang merangkum berbagai kisah dari bangsal rumah sakit jiwa. Dalam buku ini terdapat beberapa cerpen yang pernah dimuat sebelumnya di beberapa media, seperti Kompas, Majalah Horison, Jurnal Nasional dan Republika. Ada pula sebuah cerpen dan novela (red-kisah prosa yang lebih panjang dari cerpen, tetapi tidak sepanjang novel) yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya, yakni berjudul ‘Catatan Orang Gila’ dan ‘Catatan tentang Hantu dan Kisah dari Bangsal’.
Buku ini berisi cerita-cerita yang mampu membuat kita membayangkan bagaimana kehidupan dan pemikiran orang-orang gila yang digambarkan di sini. Salah satu cerita yang menarik perhatian adalah pada permulaan. Anda akan disajikan sebuah cerita tentang si gila yang digambarkan dirinya merasa justru paling waras di antara manusia lain yang merasa normal. Dalam cerita itu, tersisip kritik-kritik tentang kehidupan manusia yang serakah, angkuh dan sangat arogan. Semua hal tersebut diambil dari sisi pandang si gila yang ternyata menyimpan banyak kenangan buruk sehingga mampu merubahnya jadi seperti itu.
Ada lagi yang menarik yakni dalam novela kumpulan beberapa kisah para pasien Rumah Sakit Jiwa di Solo yang berjudul ‘Catatan tentang Hantu dan Kisah dari Bangsal’. Ada Tarmi, Yu Lastri, Maya dan beberapa orang lainnya seperti Amir sang pelukis, serta Helen. Kisah yang memilukan bahwa dalam cerita ini terdapat kepiluan mengenai masa lalu, tentang penindasan yang dilakukan oleh orang terdekat, tekanan mental yang membuat beberapa di antaranya justru tidak berhenti mengoceh, bahkan tentang ingatan akan hantu yang menggentayangi setiap malam. Semua terangkum dan dibuat begitu ringan dari sisi penulis yang mengutip cerita tersebut dari catatan-catatan harian para pasien.
Kisah yang aneh, namun bermakna besar pun akan anda temui di cerita-cerita lainnya dalam buku ‘Catatan Orang Gila’. Buku ini merupakan persembahan yang dibuat dan diberikan kepada para pasien rumah sakit jiwa, para novelis dan cerpenis pengungkap kisah buruk dibalik para pasien tersebut, serta untuk para korban kegegeran 30 September 1965 dan Mei 1998. Buku yang rilis pada tahun 2014 lalu bisa menjadi bacaan seru, serta mampu membuat Anda menggelengkan kepala setiap membalik halaman demi halaman.
Peresensi : Dwi Retnaningtyas